I.
Judul : Pegaruh pH dan Kosentrasi
Enzim Terhadap Aktivitas Enzim
II. Hari/Tanggal Percobaan : Senin/8 Oktober 2012
III. Hari/Tanggal Selesai Percobaan : Senin/8 Oktober 2012
IV. Tujuan Percobaan :
1.
Membuktikan bahwa pH mempengaruhi aktivitas
Enzim.
2.
Membuktikan bahwa kosentrasi enzim
mempengaruhi aktivitas enzim.
V. Dasar Teori :
Enzim
adalah sekelompok protein yang berperan sebagai pengkatalis dalam reaksi-reaksi
biologis. Enzim dapat juga didefenisikan sebagai biokatalisator yang dihasilkan
oleh jaringan yang berfungsi meningkatkan laju reaksi dalam jaringan itu sendiri.
Semua enzim yang diketahui hingga kini hampir seluruhnya adalah protein. Berat
molekul enzim pun sangat beraneka ragam, meliputi rentang yang sangat luas (Suhtanry
& Rubianty, 1985).
Enzim
digolongkan menurut reaksi yang diikutinya, sedangkan masing-masing enzim
diberi nama menurut nama substratnya, misalnya urease, arginase dan lain-lain.
Di samping itu ada pula beberapa enzim yang dikenal dengan nama lama misalnya
pepsin, tripsin dan lain-lain. Oleh Commision on Enzymes of the International
Union of Biochemistry, enzim dibagi dalam enam golongan besar. Penggolongan ini
didasarkan atas reaksi kimia di mana enzim memegang peranan.
Enam
golongan tersebut ialah (Poedjiadi, 2006):
1.
Oksidoreduktase
2.
Transferase
3.
Hidrolase
4.
Liase
5.
Isomerase
6.
Ligase
Dalam
mempelajari mengenai enzim, dikenal beberapa istilah diantaranya holoenzim,
apoenzim, kofaktor, gugus prostetik, koenzim, dan substrat. Apoenzim adalah
suatu enzim yang seluruhnya terdiri dari protein, sedangkan holoenzim adalah enzim
yang mengandung gugus protein dan gugus non protein. Gugus yang bukan protein
tadi dikenal dengan istilah kofaktor. Pada kofaktor ada yang terikat kuat pada protein
dan sukar terurai dalam larutan yang disebut gugus prostetik dan adapula yang
tidak terikat kuat pada protein sehingga mudah terurai yang disebut koenzim. Baik
gugus prostetik maupun koenzim, keduanya merupakan bagian yang memungkinkan
enzim bekerja pada substrat. Substrat merupakan zat-zat yang diubah atau
direaksikan oleh enzim (Poedjadi, 2006).
Enzim
meningkatkan laju sehingga terbentuk kesetimbangan kimia antara produk dan
pereaksi. Pada keadaaan kesetimbangan, istilah pereaksi dan produk tidaklah
pasti dan bergantung pada pandangan kita. Dalam keadaan fisiologi yang normal,
suatu enzim tidak mempengaruhi jumlah produk dan pereaksi yang sebenarnya
dicapai tanpa kehadiran enzim. Jadi, jika keadaan kesetimbangan tidak menguntungkan
bagi pembentukan senyawa, enzim tidak dapat mengubahnya (Salisbury, 1995).
Sebagai
mana protein pada umumnya, molekul enzim juga mempunyai struktur tiga dimensi.
Diantaranya jenis-jenis struktur tersebut, hanya satu saja yang mendukung
fungsi enzim sebagai biokatalisator, diantaranya jenis-jenis struktur tersebut,
diperlukan suhu dan pH yang sesuai. Apabila kedua faktor tersebut tidak terpenuhi,
enzim akan kehilangan sifat dan kemampuannya (Sadikin, 2002).
Secara
singkat, sifat-sifat enzim tersebut antara lain (Dwidjoseputro, 1992) :
1.
berfungsi sebagi biokatalisator
2. merupakan
suatu protein
3.
bersifat khusus atau spesifik
4.
merupakan suatu koloid
5.
jumlah yang dibutuhkan tidak terlalu banyak
6.
tidak tahan panas
Fungsi
enzim sebagai katalis untuk reaksi kimia dapat terjadi baik didalam maupun
diluar sel. Suatu enzim bekerja secara khas terhadap suatu substrat tertentu. Suatu
enzim dapat bekerja 108 sampai 1011 kali lebih cepat dibandingkan laju reaksi tanpa
katalis. Enzim bekerja sebagai katalis dengan cara menurunkan energi aktivasi, sehingga
laju reaksi meningkat (Poedjadi, 2006).
Enzim-enzim
hingga kini diketahui berupoa molekul-molekul besar yang berat molekulnya
ribuan. Karena enzim tersebut dilarutkandalam air, maka akan menjadi suatu
koloid Beberapa enzim, diketahui memiliki kemampuan untuk mengubah substrat menjadi
hasil akhir dan sebaliknya, yaitu mengubah kembali hasil akhir menjadi substrat
jika kondisi lingkungan berubah. Contohnya adalah enzim-enzim dari golongan
protease dan urase serta beberapa jenis enzim lainnya (Dwidjoseputro, 1992).
Suatu
enzim hanya dapat bekerja spesifik pada suatu substrat untuk suatu perubahan
tertentu. Misalnya, sukrase akan menguraikan rafinosa menjadi melibiosa dan
fruktosa, sedangkan oleh emulsin, rafinosa tersebut akan terurai menjadi
sukrosa dan galaktosa (Salisbury, 1995).
Seperti
halnya katalisator, enzim juga dipengaruhi oleh temperatur. Hanya saja enzim
ini tidak tahan panas seperti katalisator lainnya. Kebanyakan enzim akan menjadi
non aktif pada suhu 500C (Poedjiadi, 2006).
Apabila
suhu terlalu tinggi, struktur tiga dimensi enzim akan rusak, sehingga substrat
tidak lagi dapat terikat dengannya. Dengan demikian enzim tersebut tidak akan
dapat menjalankan fungsinya lagi sebagai biokatalisator. Pada umumnya denaturasi
ini bersifat tidak terbalikan atau permanen (Salisbury, 1995).
Faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi fungsi enzim diantaranya adalah (Dwidjoseputro, 1992) :
1. Suhu
Oleh
karena reaksi kimia itu dapat dipengaruhi suhu maka reaksi menggunakan katalis
enzim dapat dipengaruhi oleh suhu. Di samping itu, karena enzim adalah suatu
protein maka kenaikan suhu dapat menyebabkan denaturasi dan bagian aktif enzim
akan terganggu sehingga konsentrasi dan kecepatan enzim berkurang.
2. pH
Umumnya
enzim efektifitas maksimum pada pH optimum, yang lazimnya berkisar antara pH
4,5-8.0. Pada pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah umumnya enzim menjadi
non aktif secara irreversibel karena menjadi denaturasi protein.
3. Kosentrasi
Enzim
Seperti
pada katalis lain, kecepatan suatu reaksi yang menggunakan enzim tergantung
pada konsentrasi enzim tersebut. Pada suatu konsentrasi substrat tertentu,
kecepatan reaksibertambah dengan bertambahnya konsentrasi enzim.
4. Kosentrasi
Subtrat
Hasil
eksperimen menunjukkan bahwa dengan konsentrasi substrat akan menaikkan kecepat
reaksi. Akan tetapi, pada batas tertentu tidak terjadi kecepatan reaksi,
walaupn konsenrasi substrat diperbesar.
5. Zat-Zat
Penghambat
Hambatan
atau inhibisi suatu reaksi akan berpengaruh terhadap penggabungan substrat pada
bagian aktif yang mengalami hambatan. Dalam banyak sistem akibat suhu tes
reaksi enzim adalah mirip dengan tabiat bahwa laju reaksi meningkat dengan
kenaikan suhu dan akhirnya enzim kehilangan semua aktivitas jika protein
menjadi rusak akibat panas. Banyk enzim berfungsi optimal dalam batas-batas
suhu antara 25-370C. Akibat dari pH terhadap suatu reaksi enzim menjadi rumit
oleh beberapa factor yang dapat saling bersaing. Laju rekasi berkurang di kedua
sisi pH optimum untuk setiap kombinasi dari tiga alasan yang mungkin (Page,
1989) :
a.
Protein enzim dapat mengalami denaturasi
akibat pH ektrem tinggi atau rendah.
b.
Protein enzim dapat memerlukan
gugus-gugus asam amino yang terionisasi pada rantai samping yang mungkin aktif
hanya pada suatu keadaan ionisasi
c.
Substrat dapat diperoleh atau kehilangan
proton dan reaktif dalam hanya satu bentuk muatan.
Kelebihan
enzim sebagai katalis antara lain (Suhtandry, 1985) :
a. Mempunyai
tenaga katalitik yang jauh lebih besar
b. Spesifikasi
pada substrat sangat besar sekali
c. Mempercepat
reaksi tanpa produksi samping
d. Berjalan
pada suhu temperatur normal
e. Bekerja
dengan urutan reaksi tertentu
f. Reaksi
menyimpan dan menghasilkan reaksi kimia lain.
VI.
Alat dan Bahan
No.
|
Alat
|
Jumlah
|
1
2
3
4
5
6
7
8
|
Spektofotometer
Tabung reaksi
Termometer
Gelas Ukur
Labu Ukur
Pipet tetes
Kaki tiga
Pembakar spirtus
|
1 set
10 buah
1 buah
2 buah
1 buah
2 buah
1 buah
1 buah
|
No.
|
Bahan
|
Jumlah
|
1
2
3
4
5
|
Air liur sebagai sumber
amylase
Larutan pati 0,4 mg/ml
Larutan pati 0,4 mg/ ml
dilarutkan dalam berbagai ph (1,2,3,7,9)
Larutan Iodium
Aquades
|
1 ml
2 mL
@ 1mL
@ 1 mL
secukupnya
|
IX.
PEMBAHASAN
1.
Percobaan
Pengaruh pH terhadap konsentrasi enzim
Pada praktikum
yang berjudul pengaruh pH dan konsentrasi terhadap aktivitas enzim. Percobaan
yang pertama, yaitu pengaruh pH terhadap aktivitas enzim. Setelah mengambil air
liur dari seorang praktikan kira – kira 0,5 mL. Kemudian air liur tersebut
dimasukkan kedalam labu ukur dan diencerkan 100 kali dengan cara ditambahkan
aquades sampai tanda batas, sehingga dihasilkan larutan enzim pengenceran 100 kali.
Setelah itu
memulai percobaan dengan menyiapakan 5 tabung reaksi, yang masing – masing
diisi dengan larutan pati pH 1 untuk
tabung reaksi pertama, larutan pati pH 3 untuk tabung reaksi yang kedua,
larutan pati pH 5 untuk tabung reaksi yang ketiga, larutan pati pH 7 untuk
tabung reaksi keempat, dan larutan pati pH 9 untuk tabung reaksi yang kelima.
Larutan pati pH 1,3,5,7 dan 9 jernih tak berwarna. Kemudian masing – maisng
tabung reaksi diisi dengan 0,2 mL larutan enzim pengenceran 100 kali. Setelah larutan
berbagai pH dicampurkan dengan larutan
enzim pengenceran 100 kali, masing – masng larutan dalam tabung reaksi jernih tak
berwarna. Setelah itu masing – masing larutan dalam tabung reaksi ditambahkan 1
mL larutan iodium, menghasilkan larutan jernih tak berwarna. Kemudian ditambahkan kepada masing – masing
tabung reaksi 8 mL aquades. Setelah sema larutan tercampur,
masing – masing larytan dalam tabung reaksi 1,2,3,4 dan 5 dibaca absorbansinya.
Akan tetapi sebelum mengukur absorbansi kita membutuhkan panjang gelombang
maksimum, untuk itu kita mengambil larutan pati pH 5 untuk menentukan panjang
gelombang maksimumnya. Dari pengukuran panjang gelombang maksimum untuk
percobaan kami adalah 351 nm, sedangkan menurut toeri panjang gelombang enzim
amylase rentangnya dari 300-600 nm. Panjang gelombang yang dihasilkan ini
digunakan untuk membaca nilai asorbansi tiap – tiap larutan pada tabung reaksi
.Untuk tabung reaksi yang pertama yaitu larutan pati pH 1 menghasilkan nilai
absorbansi sebesar 0,620 nm. Untuk
tabung reaksi yang kedua yaitu larutan pati pH 3 menghasilkan nila absorbansi
sebesar 0,293 nm. Selanjutnya untuk tabung reaksi yang ketiga yaitu larutan pati pH 5 menghasilkan nila
absorbansi sebesar 0,206 nm. Untuk
tabung reaksi yang keempat yaitu larutan pati pH 7 menghasilkan nilai
absorbansi sebesar 0,171 nm. Dan untuk tabung reaksi yang kelima yaitu larutan pati pH 9 menghasilkan nilaI
absorbansi sebesar 0,232 nm. Kemudian untuk membandingkan hasil absorbansi
masing – masing larutan dari berbagai pH dalam percobaan ini digunakan larutan
pembanding yaitu yang disebut larutan blanko.
Untuk membuat larutan blanko pertama 1 mL larutan pati dimasukkan
kedalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 1mL larutan iodium dan 8 mL aquades.
Campuran larutan dalam tabung reaksi ini menghasilkan larutan jernih tak
berwarna. Setelah itu lautan tersebut diukur absorbansinya dengan panjang
gelombang 351 nm, menghasilkan absorbansi sebesar 0,214 nm. Hasil absorbansi
larutan blanko ini mendekati hasil absorbansi larutan pati pH 5.
Tabel 1. Pengaruh pH terhadap aktivitas
Enzim
pH
|
A
|
A blanko
|
1
|
0.62
|
0.214
|
3
|
0.293
|
|
5
|
0.206
|
|
7
|
0.171
|
|
9
|
0.232
|
Gambar 1. Pengaruh pH terhadap aktivitas
Enzim
Dari hasil nilai absorbansi diatas
membuktikan bahwa kerja enzim dipengaruhi
oleh pH. Semakin besar nilai pH akan menghasilkan nilai absorbansi yang
semakin nkecil. Hal ini tidak sesuai dengan toeri yang menyebutkan bahwa
semakin besar nilai pH semakin besar pula nilai absorbansi yang dihasilkan.
Adanya besar pH tertentu memungkinkan enzim bekerja secara maksimum, hal ini yang disebut dengan pH maksimum. Dari
percobaan kami pH maksimum adalah pada
pH 1, hal ini belum sesuai dengan teori karena kerja enziim antara pH 5-7.
Selain kerja pH juga mempegaruhi kerja enzim, tetapi jika nilai pH optimum
melebihi pH substrat hal ini juga akan menyebabkan kerja enzim menurun.
2.
Percobaan
Pengaruh konsentrasi enzim terhadap konsentrasi enzim
Pada percobaan
ini, kami menggunakan larutan pati sebagai substratnya. Pertama, air liur
sebagai sampel yang mengandung enzim amilase kami encerkan menjadi 100 kali,
200 kali, 300 kali, 400 kali dan 500 kali. Sehingga didapatkan konsentrasi pada
masing – masing sampel. Setelah itu diambil 6 tabung reaksi, untuk tabung
rekasi pertama sampai kelima diisi dengan larutan enzim dengan konsentrasi
hasil yang berbeda dari hasil pengenceran. Untuk tabung ke enam tidak
ditambahkan enzim yang digunakan sebagai larutan blanko.
Larutan pati
merupakan polisakarida sehingga dapat dihdrolisis oleh enzim amilase sehingga
dapat membentuk glukosa. Setelah itu, ditambahkan masing-masing 1 mL larutan iodium pada keenam tabung reaksi yang
berfungsi sebagai indikator ada atau tidaknya polisakarida pada masing-masing
larutan. Kemudia, ditambahkan 8 mL aquades yang berfungsi untuk mengurangi
kepekatan warna yang ada pada larutan sehingga dapat diukur panjang
gelombangnya. Pada sampel tersebut dapat diukur pada λ = 351 nm. Selanjutnya pada keenam tabung tersebut diukur
ansorbansinya, kemudian diukur nilai △A :
Tabel 2. Pengaruh kosentrasi Enzim
terhadap Aktivitas Enzim
No
|
pengenceran
|
A blanko
|
A uji
|
A
|
1
|
100 X
|
0,227
|
0.640
|
0.413
|
2
|
200 X
|
0.546
|
0.319
|
|
3
|
300 X
|
0.780
|
0.553
|
|
4
|
400 X
|
0.996
|
0.769
|
|
5
|
500 X
|
0.419
|
0.192
|
Dari
tabel diatas didapatkan kurva hubungan antara konsentrasi dengan absorbansi
dibawah ini :
Gambar
2. Pengaruh Kosentrasi Enzim terhadap
Aktivitas Enzim
Kurva
tersebut tidak sesuai dengan teori yaitu semakin tinggi konsentrasi seharusnya
aktivitas enzim akan semakin besar. Aktivitas tersebut diyunjukkan pada A(absorbansi).
Sehingga, seharusnya kurva membentuk garis dari kiri atas menuju ke kanan
bawah. Hal ini dikarenakan pada waktu memasukkan Iodium, iodium harus
dipanaskan dahulu dalam penangas, padahal kebanyakan enzim akan menjadi non
aktif pada suhu 500C, sehingga memungkinkan aktivitas enim tidak
terjadi secara maksimal. Apabila suhu terlalu tinggi, struktur tiga dimensi
enzim akan rusak, sehingga substrat tidak lagi dapat terikat dengannya. Dengan
demikian enzim tersebut tidak akan dapat menjalankan fungsinya lagi sebagai
biokatalisator. Kemungkinan lainnya adalah pengaruh enzim yang digunakan
sebagai sampel kurang baik, karena dipengaruhi oleh keadaan jasmani seserang
yang diambil sebagai sampel.
X.
KESIMPULAN
1. pH
terbukti mempengaruhi aktivitas enzim.
2. Kosentrasi
Enzim belum terbukti mempengaruhi aktivitas enzim.
XI. Jawaban Pertanyaan
1.
Buatlah kurva yang menggambarkan
hubungan antara kecepatan reaksi enzimatik (V=
△A/menit) dengan pH?
2.
Buatlah kurva kosentrasi/pengenceran
enzim dengan kecepatan reaksi enzimatik (V=
△A/menit)?
XII.Daftar Pustaka
Dwidjoseputro,
D.1992, Pengantar Fisiologi Tumbuhan.
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Page,
D. S. 1989. Prinsip-Prinsip Biokimia
edisi II. Jakarta : Erlangga.
Poedjiadi,
Anna. 2006. Dasar-dasar Biokimia.
Jakarta : Universitas Indonesia PRESS.
Salisbury,
F.B. dan Ross, C.W.1995. Fisiologi
Tumbuhan Jilid 2. Bandung : ITB Press.
Suhtanry,
Rubianty. 1985. Kimia Pangan.
Makassar : Badan Kerja Sama Perguruan Negeri
Indonesia
Bagian Timur.
Tim
Dosen Biokimia I. 2008.Penuntun
Praktikum FISIOLOGI TUMBUHAN II. Makassar:
UNHAS.
0 komentar:
Posting Komentar